Total Tayangan Halaman

Senin, 09 Juli 2012

Melatih Anak Mengatur Keuangan

Lihat kanan kiri dan perhatikan perilaku orang-orang disekitar kita. Ada orang yang dengan lincah membelanjakan uangnya untuk barang-barang yang sebetulnya tak primer. Adapula yang bersikap hemat dan lebih banyak menabungkan uangnya. Tak sedikit pula yang mengeluarkan uang sesuai kebutuhan saja.
  NAH, kecendrungan seseorang yang terkait dengan uang, konon, sudah dibiasakan oleh orangtuanya sejak kecil. Jadi, berhati-hatilah bila kita ingin mengajarkan pendidikan finansial pada anak-anak.
  Pakar perencanaan keuangan, Safir Senduk, mengungkapkan, setidaknya ada lima langkah yang perlu diperhatikan orang tua untuk mengenalkan anak pada kegiatan keuangan. Langkah pertama, orang tua bisa memberi pengertian kepada anak bahwa tidak semua barang yang ada disekitarnya dapat dibeli atau perlu dibeli. Ini untuk menghindarkan anak-anak pada perilaku boros. Orang tua dapat memberi contoh anak-anak dengan berbelanja bijak. Hal itu dimulai dengan membuat daftar pengeluaran perlu dan tidak perlu bagi anak-anak. Membeli mainan tetap saja boleh, namun terlampau sering atau terlalu mahal jelas tidak baik. Langkah kedua, membiasakan anak-anak untuk mampu menyimpan dan "mengembangbiakkan" uangnya. Pelajaran ini berguna bagi anak agar kelak dapat sejahtera secara finansial. Orang tua dapat memahamkan anak-anak bahwa uang tak hanya bisa untuk dibelanjakan, tapi bisa pula ditabung dan nilainya akan bertambah. Kegunaannya untuk keperluan mendesak pada suatu hari nanti. Ajak anak-anak untuk menabungkan terlebih dulu uang saku yang ia dapatkan, dan baru menyisakan untuk jajan. Memperkenalkan anak pada bank beserta produk-produknya juga menjadi langkah yang baik. Namun, perlu diperhatikan, jangan hanya memperkenalkan investasi atau tabungan di bank, yang membuat anak takut berinvestasi ke tempat lain diluar bank. Langkah ketiga, ajarkan anak-anak untuk mandiri. Tanpa sikap ini, mustahil seseorang meraih kesejahteraan secara finansial. Cara melatihnya sederhana. Semisal anak ingin memiliki barang yang harganya lumayan mahal, maka arahkan dia untuk  tidak melulu minta pada orangtua. Kita bisa mengajak mereka untuk menyisihkan sebagian uang saku dalam waktu tertentu. Setelah terkumpul barulah mereka bisa membeli barang itu dengan usahanya sendiri. Langkah keempat adalah pelajaran tentang keberanian menghadapi risiko. Rezeki seseorang ada kalanya dipengaruhi keberanian dalam mengambil risiko. Risiko itu sendiri sebenarna bisa diminimalkan dengan mempelajarinya dan mencoba menaklukannya. Dalam hal keuangan, orang tua bisa memberikan informasi seputar peluang usaha maupun alternatif investasi kepada anak saat beranjak dewasa. Langkah kelima yakni melatih anak-anak agar terampil berkomunikasi. Keterampilan ini amat sering mengantarkan seseorang pada tujuan hidupnya. Orang tua bisa mengajarkan cara berkomunikasi yang baik, misalnya menganjurkan anak-anak untuk bergaul dan tidak minder pada lingkungannya. Bila saat ini kita melihat rekan kerja berhasil karena ketekunan dan keuletannya, bisa jadi ia telah menerima pelajaran itu sejak masih anak-anak.
Sumber : Kompas Klasika Minggu, 28 agustus 2011

Minggu, 08 Juli 2012

Buddha Mencegah Perang

Pada suatu ketika Sang Buddha berusaha mencegah peperangan yang hampir meletus antara orang Shakya dan orang Koli. Di antara kota Kapilavastu dan Koli mengalir sungai Rohini. Di sungai itu dibangun sebuah bendungan untuk memudahkan rakyat kedua negara mengairi sawah mereka. Kemudian terjadilah kekeringan yang panjang dan masing-masing warga di kedua negara saling mengklaim diri mereka paling berhak mendapatkan sedikit air yang tersisa di sungai. Lalu mereka saling menjelek-jelekkan nama masing-masing. Akhirnya masalah itu sampai ke telinga pangeran di kedua negara, namun masalahnya telah dibesar-besarkan karena kabar yang simpang siur. Akhirnya permasalahan berkembang terlalu jauh hingga memicu terjadinya perang. Pasukan perang dari Shakya dan Koli mulai berkemah bersebrangan di tepi sungai yang airnya mulai menyusut.
    Sang Buddha merasa sesuatu telah terjadi, lalu ia berjalan di udara. Begitu sampai di tempat peperangan, ia memperlihatkan dirinya. Segera rakyat Shakya membuang senjata sebagai penghormatan pada Sang Buddha yang dianggap sebagai permata oleh suku bangsa mereka. Rakyat Koli pun melakukan hal yang sama. Sang Buddha menanyakan apakah kedua suku bangsa itu sedang berkumpul untuk perayaan festival air. Saat dijawab bahwa mereka sedang bersiap untuk berperang, Sang Buddha menanyakan penyebabnya. Kedua pangeran menjawab bahwa mereka belum terlalu yakin, tetapi mereka akan memberikan keterangan selengkapnya. Kedua pangeran segera bertanya kepada perangkat kerajaan dibawahnya, begitu seterusnya sampai kepada orang-orang yang bertengkar memperebutkan air.
   Ketika Sang Buddha diberi tahu penyebabnya, ia bertanya tentang nilai air, dan mereka menjawab sangat kecil. Kemudian, ia bertanya tentang nilai manusia, dan mereka menjawab sangat besar,
   "Lalu kenapa kalian berniat membuang sesuatu yang berharga demi sesuatu yang bernilai kecil?" tanya Sang Buddha. Pertanyaan Sang Buddha cukup untuk mengakhiri permasalahan.